Kita mungkin telah terlampau biasa memaknai peristiwa pameran sebagai presentasi yang menampilkan akumulasi dari capaian artistik dan gagasan mutakhir seorang atau sekelompok seniman dalam periode tertentu. Kita juga sudah terlampau sering disuguhkan oleh seniman sesuatu yang telah jadi dan final di ruang pameran, ketimbang disuguhkan kepingan-kepingan puzzle yang mengkontruksi sesuatu yang dianggap final tersebut. Jika kita analogikan sebagai makanan, dalam sebuah pameran kita terlalu jamak disuguhkan makanan yang telah selesai dimasak bukan disuguhkan sebuah pengalaman tentang bagaimana bahan-bahan makanan dimasak. Atau jika kita analogikan sebagai olahraga lari, kita terlampau sering melihat langkah kaki yang terhenti di garis finish, bukan tentang bagaimana langkah pertama bergerak dari garis start menuju garis finish.
Dua perupa Ngakan Putu Agus Arta Wijaya (NPAAW) dan Nyoman Suarnata mencoba menantang diri mereka masing-masing, tampil dalam sebuah ruang pameran untuk memamerkan apa yang akan mereka kerjakan dan eksplorasi dalam karya-karya mereka selanjutnya. Namun ini bukan tentang pameran proses dalam artian menjadikan ruang pameran sebagai ruang studio. Mereka tidak sedang mendemonstrasikan secara langsung dan secara performatif kepada apresiator. Namun mereka seperti seorang filmmaker yang sedang menayangkan spoiler atas film utuh yang akan mereka pertontonkan. Dalam konteks mereka sebagai pelukis, maka dalam pameran ini mereka sedang menampilkan fragmen-fragmen visual yang akan dikembangkan dalam karya mereka selanjutnya.
Kedua perupa yang berpameran saat ini adalah dua perupa muda yang telah melalui perjalanan karier mereka sebagai perupa dengan berangkat dari berbagai gagasan dan ramuan artistik untuk meraih rekognisi dalam medan sosial seni rupa. NPAAW mulai mencuri perhatian publik seni rupa dan dikenal sebagai pelukis yang doyan membengkok-bengkokkan tubuh binatang yang mengisi pinggiran ataupun permukaan lukisannya sebagai cara dia dalam mengeksplorasi persoalan keruangan dalam seni lukis. Ia juga dikenal dengan eksplorasi material kertas, memotong atau melubangi permukaan kertas lalu mengkontruksinya menjadi objek dalam lukisannya. Ia juga tertarik dan memiliki perhatian khusus pada kecenderungan visual abstrak, memainkan berbagai efek dan teknik dalam menghadirkan tekstur namun pada pada saat itu ia merasa lebih menyajikannya untuk memenuhi kebutuhan artistik dalam menghadirkan background dalam lukisannya yang representatif dan berangkat dari realistik maupun bentuk-bentuk realistik yang di-surreal-kan.
Sedangkan Suarnata adalah perupa yang bergerak dalam jelajah stilistik visual dari kecenderungannya mengeksplorasi visual naifistik, realistik, dengan eksplorasi garis hingga teknik drawing dan pencampuran material cat akrilik, pastel, hingga pensil. Atau penjelajahannya menghadirkan bentuk-bentuk imajinatif, terdeformasi, terstilirisasi hingga hadirnya ikon-ikon budaya popular seperti mainan dan figur-figur superhero. Hingga gagasannya yang bergerak mengeksplorasi tema-tema sosial, keseharian, politik, hingga memori kanak-kanak.
Dalam pameran ini keduanya akan mencoba menampilkan pendekatan artistik yang bergerak dari kebiasaan-kebiasaan yang telah mereka jalani masing-masing. Sebagai perupa yang terus bergerak dalam proses menjadi, tentu saja eksplorasi gagasan dan artistik menjadi kebutuhan yang mereka sadari dan yakini. NPAAW misalnya dalam pameran ini ia menampilkan dan mengembangkan ketertarikannya mengeksplorasi kecenderungan abstrak dalam karyanya. Namun sebagaimana telah dijelaskan diatas kecenderungan itu hanya dihadirkan sebagai background atas pokok persoalan yang sedang dihadirkan dalam karyanya yang dihadirkan secara representatif. Sejak dua atau tiga tahun terakhir NPAAW kerap menghadirkan susunan bidang-bidang geometris persegi layaknya susunan PNG atau pixel dalam gambar-gambar digital dengan pilihan-pilihan warna bernada komplementer terkadang bernuansa metalik seperti silver hingga menghadirkan kesan dan cita rasa digital, industrial dan teknologis. Dalam pameran ini ia ingin menantang keyakinan dirinya serta dorongan dan kebutuhan internal dalam dirinya untuk sepenuhnya menjadikan kecenderungan abstraktif itu untuk hadir sepenuhnya dalam karyanya secara otonom, tanpa kebutuhan untuk menghadirkan representasi objek. Jikalaupun ada objek maka objek tersebut akan ditimpa dengan visual abstrak tersebut sehingga objek yang hadir menjadi tersamar.
Bidang-bidang persegi yang pada mulanya adalah latar belakang bergerak merangsek menimpa objek yang representatif tersebut menjadi latar depan. Pada salah satu karyanya dalam pameran ini NPAAW juga membagikan penggalan prosesnya melukis dengan menghadirkan lukisan yang masih menampilkan lakban atau plaster kertas yang menjadi material penunjang yang ia gunakan dalam menghadirkan bidang-bidang geometris dalam karyanya. Menyimak karya NPAAW kali ini kita melihat bahwa representasi bukan lagi aktor utama dalam panggung kanvas NPAAW, babak baru dihadirkan dalam gagasan visualnya. Abstrak geometris kini mensuksesi subject matter dalam lukisan NPAAW. Yang ditawarkan oleh NPAAW bukan lagi kecakapannya melukis dengan teknik realistik atau kreatifitasnya dalam mengolah dan memiuhkan objek-objek representasi sehingga menjadi imajinatif seperti karya-karya sebelumnya. Yang kini ditawarkan olehnya adalah sensibilitasnya mengolah warna hingga menyusun komposisi bidang bidang persegi menjadi rangkaian pola-pola yang repetitif namun dinamis. Tapi ada satu hal yang tak pernah hilang dalam kecenderungan NPAAW melukis yakni kompleksitas teknik, lapisan-lapisan visual, kualitas-kualitas artistik itu masih terasa dalam karyanya kini walaupun pilihan kecenderungan visualnya adalah abstrak. Kecenderungan yang akan coba dibentangkan melengkapi seri-seri lukisan NPAAW yang beragam itu.
Sementara itu sang tandem, Suarnata menghadirkan karya-karya yang memakai material kertas. Dalam kertas-kertas Suarnata kita disuguhkan fragmen-fragmen gagasan Suarnata yang berangkat dari gagasan yang mulai ia gali dan kembangkan dalam karyanya. Jika dalam lukisan-lukisan Suarnata diatas kanvas kita melihat visual yang cenderung naratif dengan tampilan beberapa objek yang membentuk struktur naratifnya maka dalam karya-karya yang dipamerkan dalam pameran ini kita disuguhkan dengan penggalan-penggalan narasi tersebut. Suarnata banyak mengeksplorasi objek-objek tunggal maupun beberapa rangkaian objek yang menampilkan satu fragmen adegan. Banyak gagasan yang Suarnata sebar dan sampaikan namun gagasan tersebut dihadirkan secara terfagmentasi dalam setiap lembar kertasnya. Berbagai isu yang menerpa kehidupan sosial, politik, hingga isu-isu global seperti perang yang tengah melanda beberapa belahan dunia kini, hingga hal-hal keseharian seperti tokoh superhero, action figur hingga sosok-sosok rekaan imaji Suarnata. Semuanya dihadirkan dengan basis teknik drawing yang menjadi basis kekaryaanya selama ini.
Berbagai material mulai dari pensil warna, oil pastel yang dipadukan dengan akrilik hingga pensil hitam hadir menjadi material dalam mengkontruksi teknik drawing Suarnata. Karya-karya Suarnata juga dilengkapi dengan teks-teks serupa coretan lepas yang menjadi penunjang gagasan yang ingin disampaikan sekaligus menjadi elemen artistik karyanya. Pemilihan material kertas dan teknik drawing pada karya Suarnata menimbulkan kesan pada rasa yang ingin dia bangun dalam pameran ini sebagai pameran yang menampilkan spoiler atau penggalan-penggalan yang akan dikembangkan dalam karya berikutnya. Kertas, drawing, identik dengan sketsa, rekaman-rekaman atas titik berangkat gagasan, sekaligus berdiri sebagai karya otonom dalam perkembangan wacana seni rupa kontemporer.
Akhirnya sebagaimana konsep pameran ini yang diniatkan sebagai ajang untuk memamerkan apa yang akan dikembangkan dalam karya-karya mereka berikutnya. Mereka berdua telah mengajak kita memasuki ruang tunggu itu, maka mari kita tunggu dengan rasa penasaran. Penasarankah Anda? Sabar. Sambil menunggu, simak dulu spoilernya ya.
[G]