Sabtu (11 Juni 2022) lalu, di ruang Sika Gallery daerah Ubud Bali terpampang sejumlah 56 karya abstrak yang diantaranya terdiri dari 1 karya instalasi, 19 lukisan diatas kanvas dan 36 lukisan diatas kertas. Karya-karya itu adalah hasil eksplorasi seniman Nyoman Erawan yang tengah menggelar pameran tunggalnya untuk yang kesekian kali, lebih tepatnya untuk yang ke-12 kalinya sejak pameran tunggal terakhirnya di Bentara Budaya Bali pada tahun 2017.
Nyoman Erawan adalah sosok seniman yang penuh talenta. Karya-karyanya tidak terbatas hanya menggunakan media seni lukis, ia juga mengeksplorasi medium instalasi, video art, hingga performance art. Selama puluhan tahun perhatiannya tercurah untuk mengembangkan bahasa ungkap non representatif, yang diramu dengan nilai-nilai tradisi budaya Bali. Ketertarikannya pada ornamen dan ukiran Bali sudah dimulai sejak menimba perkuliahan di ISI Yogyakarta tahun 1980an.
Ketika itu ia mulai terimpresi oleh nilai artistik ukiran rusak, dan puing-puing sisa pembakaran akhir prosesi dalam upacara Ngaben. Perhatian Erawan tertuju pada diorama artistik yang berpijar dari prosesi prelina tersebut, seiring dengan bersatunya tubuh bersama jiwa ke alam makro kosmos. Impresi tersebut membekas dan menjadi pendulum imaji untuk menuangkannya ke dalam karya.
Kurator pameran I Wayan Seriyoga Parta menjelaskan bahwa intensitas Nyoman Erawan dalam mengekplorasi ornamen Bali khususnya motif dari wayang Kamasan, mulai terakumulasi dalam pameran tunggal dan buku yaang bertaju "Ermotive" Nalar Visual Nyoman Erawan. Ketertarikannya pada motif ukiran Bali sudah dimulai sejak tahun 1980an, ketika ia mulai terimpresi oleh nilai artistik ukiran rusak dan puing-puing sisa pembakaran dalam upacara Ngaben. Ia menyaksikan diorama keindahan menyala dari prosesi kehancuran (prelina) tersebut, seiring dengan bersatunya tubuh dan jiwa ke alam makro kosmos.
Sejak pandemi 2020 intensitas eksplorasinya semakin meningkat. Kondisi pembatasan sosial akibat penyebaran Covid-19 memberikan ruang lapang bergumul lebih inten, dan menghayati kembali proses kreasinya, untuk menemukan nilai estetik di dalamnya. Proses ekpslorasi yang panjang menjadikan Erawan menemukan konsep estetik yang khas, digali dari kosmologi Hindu Bali yang bersumber dari konsep Mandala. Sebentuk kesadaran tumbuh sebagai entitas yang terhubung dalam dawai matrik kosmos.
Menjalani kehidupan sebagai ritus kreatif nan panjang membuatnya tenggelam dalam lautan, yang di dalamnya berbagai komponen telah larut dalam sensibilitas dan kesadaran yang menubuh di dalam rasa; merambat melalui jalinan neuron kinestetik hingga mengejawantah melalui impuls-impuls spontan subconsius. Ekara menjadi akumulasi dari penemuan kembali nilai-nilai estetik itu, dimana motif telah menubuh (pana pani kara) dan menjadi modus estetik yang menyatu dalam rangkaian metode ritus artistik, pungkas Kurator.