Untuk kedua kalinya Gurat kembali diberi kesempatan cum tantangan oleh kawan-kawan dari PKBI Daerah Bali. Setelah kolaborasi awal antara Gurat Art Project dan PKBI Bali pada bulan Mei lalu sukses mempresentasikan data-data riset PKBI lewat program pameran di ruang galeri DNA menyoal Bullying dan persoalan remaja dengan locus studi di kota Denpasar, akhir bulan September kemarin Gurat kembali menerima sejumlah tantangan dari kawan-kawan PKBI yang muatan gagasannya pun tak kalah pelik. Extraordinary kalau kata siapa.
Kali ini apa yang ekstra itu bukan lagi hanya dari segi konten atau isu yang diangkat. Mengingat posisi PKBI sendiri yang sejak lama telah menjadi jembatan antar isu-isu terkait keadilan gender dan kesehatan reproduksi kepada masyarakat luas melalui program-program edukasi, forum diskusi, konseling, dan pelayanan kesehatan, sudah barang tentu data-data riset dan pengalaman nyata mereka terhadap isu-isu tersebut lah yang akan menjadi sumber utama atau bank gagasan dari program-program berkelanjutan PKBI.
Termasuk juga muatan isu dalam seri pameran MANUSIA kali ini, yang oleh tim Kurator bingkai dalam tajuk “Telur Setengah Matang”. Secara singkat, pameran ini merupakan bentuk sikap PKBI untuk meningkatan awareness (kesadaran) publik pada fenomena kehamilan tak diinginkan (KTD) yang banyak terjadi pada remaja perempuan khususnya di Bali. Dilematika terhadap isu ini lalu sampai pada menyentuh persoalan praktik aborsi sebagai hak kesehatan reproduksi perempuan serta kedaulatan perempuan atas tubuhnya. Namun menurut kawan-kawan PKBI persoalan ini masih sering tersendat oleh stigma dan norma-norma yang ada di Bali serta Indonesia, sehingga isu KTD dan segala yang meliputinya ini menjadi satu hal yang tak mudah untuk dibicarakan. “Sekadi taluh apit batu! (seperti telur yang diapit batu)”, jika dimetaforkan dengan bahasa Bali.
Maka, bolehlah dibaca upaya PKBI Bali menggelar seri pameran “MANUSIA” ini juga sebagai strategi pendekatan dalam rangka memantik perbincangan atau diskusi terkait dengan isu-isu yang dalam konteks pameran ini yakni kehamilan remaja agar menjadi kepedulian kita bersama. Pendekatan ini pun harapannya mampu menjaring audiens yang lebih luas dan beragam sehingga akan memperkaya feedback yang didapat. Maka diteruskanlah presentasi data riset dan edukasi PKBI dalam format sebuah peristiwa pameran seni rupa.
Point ini pun sudah ditegaskan oleh kurator pameran Savitri Sastrawan dalam tulisan pengantarnya. “Ada hal di dunia ini yang tidak mudah dibicarakan namun penting untuk kita ketahui... Melalui seri pameran Manusia, PKBI Bali ingin menyuarakan pesan dari peristiwa yang tidak mudah dibicarakan ini”. Dilanjutkan dengan statement Eka Purni, Direktur Eksekutif PKBI Daerah Bali pada saat pembukaan, “Pameran ini adalah uji coba kami untuk membungkus edukasi bukan hanya lewat ceramah, tetapi juga melalui karya seni. Sehingga kami dapat juga menggaet stakeholder lain semisal seniman yang mungkin sebelumnya berjarak dengan isu kesehatan reproduksi dan seksual.”
Itu tadi sekilas tentang konten atau isu yang dimuat dalam pameran ini. Namun sekali lagi, apa yang esktra dari kolaborasi Gurat dan PKBI Bali kali ini tak hanya pada kontennya. Tapi juga pada pilihan ruang pamernya itu sendiri. Alih-alih mencari ruang galeri seperti pameran sebelumnya, pada tahap perancangan pameran ini kawan-kawan PKBI Bali mengajukan ide untuk menggunakan bangunan “eks-klinik Catur Warga” PKBI Bali sebagai ruang presentasi mereka. Sebuah bangunan lama penuh historis yang telah berdiri sejak tahun 1959, persis 2 tahun sejak PKBI pusat berdiri. Dari ruang eks-klinik inilah perjalanan penuh kelokan dan lika-liku PKBI Bali dimulai.
Tentu tim Gurat Art Project juga menyambut ide asyique tersebut dengan ekstra senang. Menggarap pameran di ruang-ruang non-konvensional merupakan kesenangan tersendiri buat kawan-kawan di Gurat, hanya untuk menyebut beberapa diantaranya sebagai contoh Artos Nusantara (2023) dalam bangunan heritage eks-pabrik gula dan pengalengan ikan di Banyuwangi, Leang-Leang Spirit (2021) yang mengambil tempat di kawasan Benteng Rotterdam Makassar, ARC of Bali (2018) yang menyulap mall menjadi ruang pamer bersahaja, Sculpture On The Sea (2017 & 2019) rangkaian Berawa Beach Festival di Kuta Utara, hingga merespon kawasan Puri Anom Tabanan dan masih banyak lainnya.
Selain punya dimensi tantangan yang lebih-lebih, kami yakin karakter ruang itu sendiri dapat memperkuat presentasi karya dengan isu-isu yang sifatnya lebih spesifik semacam isu yang diangkat oleh PKBI ini. Jadi pameran “Manusia: Telur Setengah Matang” ini juga boleh dikatakan sebagai pameran site specific. Sebab seluruh proses perancangan karya dalam pameran ini kemudian banyak berangkat dari mempertimbangkan karakter dan kebutuhan ruang eks-klinik yang lama tidak berfungsi sejak tahun 1991 ini akibat seluruh aktivitas PKBI Bali termasuk ruang klinik dan konselingnya harus berpindah ke gedung baru sebelah barat klinik dan kantor lama.
Setelah ide demi ide bertemu di ufuk kreativitas, kemudian dimulailah aksi kolaborasi sulap-menyulap eks-klinik Catur Warga PKBI Bali ini dalam durasi singkat kurang lebih selama 3 minggu. Oleh tim PKBI Bali ruang eks-klinik mulai direnovasi, plafon diganti dan ditambal, tembok dicat ulang, penerangan ruangan ditambah, daun jendela dan pintu diwarnai ulang, hingga melancarkan workshop bersama jaringan komunitasnya yang juga akan terlibat berpameran. Sementara tim Gurat fokus menyiapkan konsep pameran, menghubungi daftar seniman dan kelompok yang akan diajak berkolaborasi, merancang karya, merancang desain publikasi, supervisi produksi artistik, menyiapkan tulisan kurasi, promosi kegiatan, memperbanyak ngopi, lalu koordinasi, lalu ngopi, lalu koordinasi lagi.
Tapi bukan sulap namanya jika tanpa keajaiban. Meski waktu persiapan terbilang cukup singkat, tim PKBI dan Gurat dibantu oleh para perupa, komunitas, dan volunteer Kisara pada akhirnya bisa menuntaskan aksi sulap eks-klinik ini tepat waktu sebelum hari pembukaan pameran. Seluruh hasil karya selesai disetting dan terpajang tanpa menanggalkan estetika ruang eks-klinik Catur Warga lama. Di waktu yang bersamaan, pengunjung juga mendapat pengalaman menikmati karya yang berbeda seperti ketika masuk ke galeri konvensional. Katakanlah pengalaman artistik yang amat hibrid, hasil pertemuan antara narasi sejarah ruang yang ada, muatan isu yang sensitif, berpadu dengan karya-karya seni kontemporer. Extraordinary lah kalau kata siapa.
Bagaimana karya-karya seni dalam pameran Manusia: Telur Setengah Matang ini merespon isu kehamilan remaja? Bagaimana tanggapan pengunjung terhadap pameran ini? Atau ingin tahu lebih lanjut soal isu yang dibahas dalam pameran ini? Silahkan baca tulisan dibawah ini yang akan mengantarkan kalian masuk lebih dalam memahami muatan pameran ini.
E-catalog & Tulisan kuratorial oleh Savitri Sastrawan: Click Here
Reportase Pameran oleh PKBI Bali: Click Here