Deskripsi Buku
Judul: Mengupayakan Lokus Baru, Banyuwangi & Seni Rupa Indonesia
Pengarang: I Wayan Seriyoga Parta, Samsudin Adlawi, Nirwan Dewanto, Dkk.
Ukuran: 20 cm x 24 cm
Tebal: 96 halaman
Cover: Soft cover
ISBN: 978-623-98923-5-7
Sinopsis:
Buku ini dapat menjadi data untuk melihat peluang-peluang pembahasan lokus seni rupa di luar arus utama, yang nantinya tentu akan berguna untuk melakukan pemetaan ulang historiografi sejarah perkembangan seni rupa Indonesia yang lebih plural.
Kata Pengantar
Mengikuti pergerakan seni rupa di pelbagai daerah di pinggiran medan perkembangan seni rupa Indonesia, memberikan banyak pengalaman untuk mengenali berbagai kompleksitas dinamika yang terjadi. Masing-masing daerah memiliki konteks dan dinamikanya tersendiri, menimbang kondisi tersebut kami tergerak untuk mengangkat kembali persoalan lokus-lokus perkembangan seni rupa Indonesia. Selama ini lokus itu hanya terbaca pada beberapa daerah yang telah memiliki sejarah perkembangan panjang seperti Yogyakarta, Bandung, Jakarta dan Bali.
Pembacaan seni rupa selama ini cenderung berpusat pada lokus-lokus itu, yang menjelma menjadi poros utama pusat-pusat perkembangan dan medan pergolakan pasar seni rupa. Buku yang berjudul “Mengupayakan Lokus Baru” Banyuwangi dan Seni Rupa Indonesia merupakan pengembangan dari berbagai tanggapan atas pameran ArtOS Nusantara yang telah dilaksanakan di gedung tua pantai Boom Banyuwangj. Pameran ini telah menuai sukses karena representasi display yang sudah cukup memenuhi standar untuk gelaran berskala nasional yang dilakukan di daerah.
Hal lain yang menarik adalah hadirnya obsesi wacana lokus “baru” yang dikumandangkan dalam kuratorial pameran, wacana yang kerap menggelayuti peta perkembangan seni rupa Indonesia. Nukilan-nukilan dalam buku ini mencoba memberikan pandangan sesuai perspektif penulisnya menimbang berbagai peluang wacana peluang lokus “baru”, melalui pameran yang telah diluncurkan dari ujung timur pulau Jawa ini, yaitu port jalur perdagangan internasional kawasan heritage Marina Boom Banyuwangi
Dimulai dari tulisan kurator pameran I Wayan Seriyoga Parta bertajuk ArtOS Nusantara: Perjumpaan, Peluang, Tantangan Wacana Lokus Baru Seni Rupa Indonesia, memberikan pengantar perihal kronik permasalahan peta seni rupa Indonesia yang sampai sekarang masih timpang, serta persoalan-persoalan yang mengiringi upaya-upaya pengembangan seni rupa yang terjadi di lingkup daerah. Sebagai kurator Yoga menggambarkan kerangka kerja kurasi dan temuan-temuan hasil kurasi yang memberikan ruang untuk menghadirkan potensi seni rupa Banyuwangi, yang dipresentasikan dalam ruang pameran dengan melibatkan tim display yang profesional. Di akhir tulisan terdapat catatan kritis tentang persoalan tata kelola penyelenggaraan ArtOs yang masih harus diperbaiki di masa mendatang.
Berikutnya dari Samsudin Adlawi yang juga terlibat dalam dewan kurator, memberikan ulasan perihal apresiasi yang antusias mengenai pameran ini dari kacamata wong Banyuwangi, yang melihat pameran ArtOs Nusantara “menjadi bagian penting dinamika budaya bumi Blambangan”, memberikan ruang regenerasi pelukis Blambangan, dan mendapat dukungan dari berbagai pemangku kebijakan di tingkat lokal dan nasional.
Esai ketiga dari Nirwan Dewanto, yang sangat bernas memberikan gambaran sangat detail tatapannya dalam mengikuti penyelenggaraan Artos Nusantara. Sebagai penulis dan sastrawan yang memiliki hubungan erat masa kecil dengan Banyuwangi, ia mempunyai harapan besar pada potensi pengembangan seni rupa di Banyuwangi. Keterlibatannya sedari sejak awal, tersurat dalam ulasan yang proporsional membedah secara detail perihal kerja kuratorial hingga penataan display. Kemudian disisipkan muatan kritisnya mulai dari perihal istilah penamaan yang berujung pada persoalan mendasar menentukan format ArtOs ke depan, serta pentingnya kesadaran meningkatkan sumber daya baik seniman maupun penyelenggara. Terakhir ia menekankan pentingnya meningkatkan manajemen tata kelola yang lebih baik untuk masa depan pameran dan perkembangan seni rupa di Banyuwangi.
Hadirnya penulis kawakan dari Bali memberikan warna tersendiri, adalah I Wayan Westa yang turut menyempatkan hadir dalam pelaksanaan pameran ArtOs Nusantara, atas undangan salah satu seniman peserta Ketut Putrayasa. Sebagai pengamat ia mencermati pesan di balik karya-karya yang beragam merupakan “satu perjumpaan memorial, termasuk spirit pulau-pulau, dari mana muasal para seniman membawa serta gen intuitifnya”. Dalam ulasannya memberi perhatian penting dalam mengintepretasi pesan visual melalui karya sebagai bagian dari dialog peradaban, yang diusung melalui tema perjumpaan budaya Osing dan budaya lainnya dalam konteks ke-nusantara-an.
Sebuah refleksi kritis dituliskan Willy Himawan yang berkesempatan ke Banyuwangi turut menghadiri ArtOs Nusantara, memberikan beberapa catatan terutama perihal obsesi wacana untuk melahirkan lokus baru seni rupa Indonesia. Membangun lokus tentu harus didasari dengan kesiapan pada aspek-aspek pendudukung mulai dari ekosistem penopang, infrastruktur dan termasuk pendanaan. Setidaknya itulah faktor pendukung untuk sebuah lokus seni rupa dapat berjalan sebagaimana mestinya, didukung dengan jejaring internal dan eksternal, interaksi yang terjadi di dalam ekosistem itulah yang menurut Willy akan membentuk sebuah ke-khasan lokus tersebut.
Kegelisahan yang tersematkan dalam esai Nirwan perihal pentingnya kehadiran sumberdaya, mungkin akan sedikit ‘tercerahkan’ melalui kehadiran seniman muda yang juga mulai tergerak untuk menuliskan kegelisahannya, dialah Jibon Krisna Jiwanggi Banyu. Dalam esainya mencoba membuat gambaran perihal peta seniman secara kolektif untuk menghidupkan dinamika perhelatan seni rupa di Banyuwangi, hingga kemunculan pameran ArtOs dari yang pertama tahun 2021 dan sampai ArtOs Nusantara.
Esai-esai yang tergabung dalam buku ini menjadi gambaran perihal geliat pergerakan daerah, yang terjadi di luar pinggir terluar arus utama yang berpusat pada beberapa daerah di Jawa, dan bersinggungan secara langsung dengan dinamika yang terjadi di poros utama lainnya yaitu Bali. Berbagai sudut pandang pembahasan dalam kasus seni rupa Banyuwangi terutama melalui ArtOs Nusantara, memberikan gambaran awal yang dapat dikatakan cukup komprehensif perihal kronik perkembangan dan dinamika yang terjadi di luar arus utama. Buku ini dapat menjadi data untuk melihat peluang-peluang pembahasan lokus seni rupa di luar arus utama, yang nantinya tentu akan berguna untuk melakukan pemetaan ulang historiografi sejarah perkembangan seni rupa Indonesia yang lebih plural.